Search

Jumat, 17 September 2010

너만 너를 사랑해 (Neoman Neoreul Saranghae) Part 1/8

Cerita ini adalah fanfiction pertamaku. Akhirnya selesai juga setelah beberapa hari berkutat dengan computer. Maaf ya kalau masih belum bagus dan banyak kekurangan. Maklum, masih pemula. Hehehehe… jangan lupa kasih komentar ya. 
Tokoh: Super Junior, Donghae, Eunhyuk, Jiyoung, Hyeeun, Go Nara

너만 너를 사랑해
Aku tidak ingin memeluk selain tubuhmu
Tidak mau mencium selain bibirmu
Tidak akan mencintai selain dirimu
Tidak bisa hidup selain denganmu





DONGHAE’S POV
Dua minggu sudah aku tidak bertemu dengannya. Sesibuk apapun jadwalku, biasanya aku selalu menyempatkan diri bertemu walaupun sebentar. Namun dua minggu terakhir ini Jiyoung sedang sibuk dengan ujian akhir semesternya. Karena tidak ingin mengganggunya, aku memutuskan untuk tidak menghubunginya dulu selama ujiannya belum selesai.

“Donghae-ah, wae geure?” tanya Eunhyuk, salah satu sahabat terdekatku.

“Aniyo… hanya terpikir tentang sesuatu,” jawabku singkat.

Eunhyuk duduk di sebelahku. “Jiyoung kah?”

Aku hanya tersenyum. Jika ada orang yang mengenalku sebaik aku mengenal diriku sendiri, orang itu adalah Eunhyuk. Selama bertahun-tahun ini, Eunhyuk memang salah satu orang yang paling dekat denganku.

“Waeyo? Aku benar ‘kan?” tanyanya lagi.

“Ne. Tiba-tiba aku ingin sekali bertemu dengannya.”

“Oo~ lalu apa masalahnya? Kan kau tinggal datang ke flatnya atau undang dia ke sini.”

Aku mengangguk. “Usulmu memang bagus, tapi aku tidak ingin mengganggu Jiyoung yang sedang sibuk dengan ujiannya. Nanti, kalau ujiannya sudah selesai aku pasti akan mengunjunginya.”

“Ujian apa? Dua hari yang lalu ujian akhir semester sudah selesai,” kata Eunhyuk.

“Jinjja? Kau tahu dari mana?”

“Kemarin Hyeeun datang ke radio untuk melihat Teukie Hyung dan aku siaran. Bukankah Hyeeun sekelas dengan Jiyoung?”

“Jinjjaro?” tanyaku lagi. Hyeeun adalah satu-satunya sahabat wanita Jiyoung di Korea. Mereka berdua sama-sama mendapatkan beasiswa di universitas tempat Eunhyuk dulu belajar. Kalau Hyeeun sudah kembali datang ke Sukira, berarti memang dia sudah tidak sibuk dengan ujian. Artinya, Jiyoung juga sudah terbebas dari beban ujian akhir semesternya.

“Makanya lain kali, tanya dulu pada Jiyoung ujiannya sampai kapan. Jadi kau tidak perlu bengong-bengong begini.”

“Eh~” tiba-tiba aku menyadari sesuatu yang janggal. “Sejak kapan Hyeeun datang ke Sukira tanpa mengajak Jiyoung? Apa Jiyoung sedang sakit?”

Ekspresi Eun sedikit berubah. “Bukan. Bukan begitu,” jawabnya pelan.

“Lalu?”

Bukannya menjawab pertanyaanku, Eunhyuk malah tersenyum malu lalu tergelak tanpa sebab.

“Ya~ ada apa sih?” aku bingung melihat reaksi Eunhyuk.

Eunhyuk hanya terus menatapku sambil tertawa.

Mendadak aku menyadari hal itu. “Jangan-jangan—jangan-jangan kamu ada apa-apa dengan Hyeeun, ya?”

Lagi-lagi pertanyaanku itu hanya dijawab dengan gelak tawa malu oleh Eunhyuk.

JIYOUNG’S POV
Aku terbangun mendengar deringan telepon genggamku. “Ya, neo mwohae~?” kataku dengan ogah-ogahan.

“Jiyoung-ah~ hari ini aku pulang agak telat ya. Aku mau cari hadiah untuk Eun Oppa,” kata suara dari seberang.

“Hyeeun-ah, ngapain kamu repot-repot cari hadiah buat dia?”

“Aigoo, Sabtu ini Eun Oppa mau ngajak aku pergi. Aku pingin ngasih hadiah buat dia.”

“Aish, jinjja! Cari hadiahnya sekarang aja,” kataku. Kalau Hyeeun terlambat pulang, berarti aku yang harus menyiapkan makan siang dan mungkin makan malam. Padahal hari ini giliran Hyeeun yang piket.

“Nggak bisa, ini sekalian aku ikut seminar. Pulang dari sini aku mau hunting hadiah dulu. Nggak apa-apa ‘kan?” pinta Hyeeun.

“Aku malas masak. Lagian hari ini ‘kan giliranmu.”

“Gantian dulu. Besok aku yang piket dua hari berturut-turut. Oke?”

“Ya~” belum selesai aku bicara, Hyeeun memutuskan sambungan telepon. “Ya! Hyeeun-ah!” aku membentak telepon genggam di tanganku. “Aish!”

Gagal sudah rencanaku bermalas-malasan. Aku pikir setelah dua minggu lebih begadang demi ujian, aku akhirnya bisa istirahat saat ujian selesai. Ternyata setelah ujian selesai, Hyeeun sudah lebih dulu mengatur acara untuk bersenang-senang. Tinggallah aku di flat sendiri dengan kewajiban merapikan flat dan memasak. Aigoo, jinjja!

“Hedeuh, dasar orang kasmaran,” keluhku. “Biar saja, hari ini biar dia makan mie instan. Aku mau tidur,” kataku pada diriku sendiri.

Aku baru saja memejamkan mataku lagi saat terdengar bunyi bel pintu depan. Kemudian sambil menghela nafas, aku turun dari tempat tidur untuk melihat siapa tamu yang datang di saat yang tidak tepat ini.

“Oppa~!” seruku saat tau siapa tamu yang mengunjungiku.

Senyum kekanakan itu langsung terkembang saat aku membuka pintu untuk mempersilakannya masuk.

“Ppicuki-ah, kau baru bangun tidur ya?” tanya Donghae.

Mendengar panggilan ppicuki darinya, tiba-tiba perasaanku menjadi hangat. Aku menjawab sambil nyengir, “Ne. Mukaku kelihatan berantakan ya?”

“Bukan, rambutmu yang acak-acakan,” jawabnya sambil mengacak rambutku. “Eh, apa kau terbangun karena aku datang?”

“Aniyo~ sebelum kau datang Hyeeun meneleponku. Dialah yang membangunkan aku,” jawabku.

“Pasti suasana hatimu langsung jelek karena dibangunkan secara paksa, ya?” godanya.

“Tidak juga,” jawabku. Biasanya memang aku akan kesal jika tidur siangku diganggu, tapi begitu melihat senyum kekanakan yang hangat di wajah Donghae, rasa kesalku hilang tak berbekas.

Donghae menatapku dengan pandangan tidak percaya.

Aku tertawa, “Jinjjaro~. Kan aku sudah pernah bilang, tawamu mudah menular. Tadinya memang aku sedikit kesal, tapi karena aku tertular wajah riangmu, perasaanku jadi ringan.”

Sejak pertama bertemu aku selalu saja heran. Orang ini begitu mudah menularkan tawa dan rasa gembira ke orang-orang di sekitarnya. Pribadinya yang hangat membuat aku sangat nyaman bersamanya.

“Jiyoung-ah, apa aku boleh duduk?” tanyanya.

Aih! Baru aku sadar, aku belum mempersilakan dia duduk. “Ne, tentu saja. Jangan bersikap seperti kau baru pertama kali ke sini. Kalau mau duduk, duduk saja. Mau aku ambilkan minum?”

Donghae mengangguk. “Setelah ini, mau menemaniku pergi?”

0 komentar: