Search

Kamis, 07 Oktober 2010

너만 너를 사랑해 (Neoman Neoreul Saranghae) Part 7/8

Cerita ini adalah fanfiction pertamaku. Akhirnya selesai juga setelah beberapa hari berkutat dengan computer. Maaf ya kalau masih belum bagus dan banyak kekurangan. Maklum, masih pemula. Hehehehe… jangan lupa kasih komentar ya.
Tokoh: Super Junior, Donghae, Hyukjae, Jiyoung, Hyeeun, Go Nara

너만 너를 사랑해
Aku tidak ingin memeluk selain tubuhmu
Tidak mau mencium selain bibirmu
Tidak akan mencintai selain dirimu
Tidak bisa hidup selain denganmu

DONGHAE’S POV

Hari ini, sekali lagi aku akan mencoba menemui Jiyoung dan menjelaskan semuanya. Hyeeun memberitahuku di mana aku bisa menemui Jiyoung.

“Lee Donghae, awas kalau kau buat dia menangis lagi! Aku benar-benar tidak akan memaafkanmu!”

Peringatan Hyeeun masih terngiang di telingaku. Sebegitu terlukanya kah Jiyoung sampa Hyeeun pun marah padaku?

Aku datang ke perpustakaan Seoul National University malam itu. Malam memang sudah larut, tapi Hyeeun meyakinkanku bahwa Jiyoung pasti ada di sini. Aku sedikit ragu, apalagi melihat perpustakaan yang sangat sepi. Saat aku masuk, aku hanya melihat tiga orang selain petugas perpustakaan. Walaupun perpustakaan di universitas ini tidak hanya satu, perpustakaan inilah yang menurut Eunhyuk paling sepi pengunjung. Hyeeun pun sudah memastikan bahwa Jiyoung ada di sini.

Aku menelusuri perpustakaan ini dengan hati-hati. Begitu aku sampai di salah satu sudut yang tertutup rak-rak buku, aku melihatnya. Jiyoung sedang menulis dengan sangat tekun. Dia bahkan tidak meyadari aku sudah berdiri tepat di belakangnya.

“Ppicuki~” panggilku.

Seketika bahu Jiyoung menegang. Walaupun dia tidak menjawab, aku tahu Jiyoung mengenali suaraku.

“Kita perlu bicara,” kataku. “Tolong jangan menolak,” lanjutku sebelum Jiyoung sempat menjawab. “Sekali ini saja. Hanya sekali ini, tolong dengarkan aku.”

“Mau bicara apa?” tanya Jiyoung dengan suara dingin.

“Kita tidak bisa bicara di tempat ini,” kataku.

Akhirnya aku mengikuti Jiyoung ke atap gedung perpustakaan itu, untuk menghindari orang lain mendengar pembicaraan kami.

“Di sini tidak ada siapa-siapa. Silakan bicara,” kata Jiyoung tanpa memandangku sama sekali.

Hatiku sakit sekali saat itu. Hatiku sakit mendengar suara dingin Jiyoung. Hatiku sakit melihat Jiyoung yang tidak mau melihat ke arahku. Hatiku lebih sakit lagi melihat jarak di antara kami.

“Jiyoung-ah, ada peribahasa diam adalah emas. Untukku, peribahasa itu adalah omong kosong.”

“Jangan bicara yang tidak perlu. Langsung saja, sebenarnya kau mau bicara apa?” tanya Jiyoung dengan nada menusuk.

“Tolong dengarkan aku tanpa menyela. Setelah aku bicara, kau bisa mengatakan apa saja yang ingin kau katakan. Aku juga tidak akan menyela,” kataku sungguh-sungguh. “Tahu kenapa peribahasa itu omong kosong buatku? Selama ini aku diam, menunggu saat yang tepat, mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi. Tapi hasilnya berbanding terbalik dari yang aku inginkan.

Masih ingat pertemuan pertama kita? Sejak saat itu aku tertarik padamu. Begitu mengenalmu, aku semakin menyukaimu. Aku belum pernah bertemu orang sepertimu. ‘Walaupun dia sedikit berbeda dan sama sekali tidak lembut, tapi dia telah membawa cinta padaku.’ Itu yang aku katakan pada Eunhyuk saat dia menanyakan perasaanku padamu. Sayang kita sudah terlanjur menjadi teman baik. Aku takut kau akan menjauhiku kalau kau tahu perasaanku. Lagipula, kau selalu bekerja keras demi beasiswamu. Aku tidak ingin mengganggumu dengan hal-hal seperti ini. Karena itu selama ini aku diam dan hanya menyimpan perasaanku.
Setelah pesta ulang tahun Heebum, aku tidak tahu kenapa kau tiba-tiba seperti menjauhiku. Lalu aku dengar dari Eunhyuk bahwa kau mungkin takut pada perasaanmu untukku. Mengetahui hal itu, aku berencana untuk menyatakan perasaanku di norebang waktu itu, tapi—“ aku tidak meneruskan kalimatku. Hatiku sekali lagi terasa sakit saat wajah Jiyoung yang terkejut melihatku dan Nara waktu itu.

“Apa yang kau lihat di norebang waktu itu, hanya salah paham. Aku tidak sedang berciuman dengan Go Nara. Go Nara memang menciumku, tapi saat itu aku hanya terlalu kaget hingga tidak sempat menghindarinya—“

“Oppa, kau tidak perlu menjelaskan padaku,” sela Jiyoung. “Yang terjadi waktu itu bukan urusanku. Aku tidak punya hak untuk mencampuri urusanmu. Aku juga tidak peduli.”

“Tapi aku peduli!” seruku. “Karena itu kau menjauhiku. Karena itu juga kau terluka. Apa kau pikir, melihatmu terluka seperti ini tidak membuat hatiku hancur?”

“Kalau begitu jangan melihatku!” seru Jiyoung dengan suara yang lebih keras dari suaraku. “Ada Go Nara yang jauh lebih baik dariku, lihatlah dia!”

“Jangan bandingkan dirimu dengan Go Nara! Go Nara bukan apa-apa untukku. Aku hanya bisa melihat dirimu.” Aku meraih kedua bahu Jiyoung. “Jung Jiyoung, neol saranghae! Neoman neoreul saranghae. Apa kau masih tidak paham juga? Aku begitu mencintaimu sampai dadaku terasa sesak. Apa kau masih tidak mengerti juga? Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini. Apa kau masih tidak mau tahu juga?”

Jiyoung hanya menatapku tanpa mengatakan apa-apa. Aku menunduk, mendekatkan wajahku ke wajahnya. Saat wajah kami sudah begitu dekat, saat bibir kami nyaris bersentuhan, Jiyoung memalingkan wajahnya.

“Lee Donghae,” katanya dengan nada dingin. “Aku sudah harus pulang.”

Lalu tanpa mengatakan apa-apa lagi, Jiyoung melangkah pergi. Tinggallah aku sendiri di atap perpustakaan itu. Hatiku yang sudah sakit terasa semakin sakit melihat punggung Jiyoung yang menjauh.

JIYOUNG’S POV

Semalaman aku tidak bisa tidur karena terus memikirkan kata-kata Donghae. Benarkah dia memiliki perasaan sebesar itu untukku? Aku sangat marah padanya, tapi melihat wajahnya semalam, aku juga merasa sakit. Lee Donghae yang biasanya ceria dan hangat, Lee Donghae yang memiliki senyum anak-anak, Lee Donghae yang wajahnya selalu berbinar. Donghae si Kelinci, semalam tidak muncul sama sekali.

“Dia memang benar mencintaimu,” kata Hyeeun tiba-tiba.

“Ne?”

“Donghae Oppa, dia benar-benar mencintaimu. Sebenarnya hari itu kami mengatur agar dia bisa menyatakan perasaan padamu di norebang. Tapi nggak tahu gimana, kejadiannya jadi seperti ini.”

Aku tersenyum pahit. “Walaupun dia memang memiliki perasaan itu, toh kami tetap tidak bisa bersama.”

“Waeyo?”

“Dua dunia yang berbeda, Hyeeun-ah.”

“Apa kamu menyindir aku dan Eun Oppa?”

Aku sedikit terkejut. Aku benar-benar tidak bermaksud seperti itu. “Aniyo. Maksudku bukan begitu.”

Hyeeun tersenyum, “Jung Jiyoung, kalau kalian benar-benar saling mencintai, tidak ada yang tidak bisa diatasi. Orang-orang seperti Eun Oppa dan Donghae Oppa memang hidup di dunia yang berbeda, tapi bukan sepenuhnya berbeda dari dunia kita. Mereka hidup di dua dunia. Saat bekerja, mereka berada di dunia mereka sebagai idola. Tapi setelah selesai bekerja, mereka kembali hidup di dunia mereka sebenarnya. Dunia orang biasa seperti kita. Setelah selesai bekerja, mereka hanya lelaki biasa bernama Lee Donghae dan Lee Hyukjae. Mereka butuh diakui di dunia yang ini. Kebetulan, Donghae Oppa membutuhkanmu untuk mengakuinya sebagai Lee Donghae. Saat mereka di atas panggung, kita boleh melihat mereka sebagai Super Junior. Tapi di luar panggung, mereka ingin dilihat sebagai diri mereka sendiri, sebagai Hyukjae dan Donghae yang kita berdua cintai.”

Aku terbengong mendengar penjelasa Hyeeun. “Wah~ Hyeeun-ah, sejak kapan kamu bijaksana begitu?”

Hyeeun tersenyum puas. “Itu kata-kata yang dipakai Eun Oppa untuk meyakinkanku saat dia mengajakku pacaran.”

“Wah~ ternyata dia bisa juga bicara sepintar itu.”

“Ya!” seru Hyeeun yang tidak terima kekasihnya aku ejek seperti itu. “Eun Oppa-ku itu memang pintar ya. Kamu aja yang nggak bisa melihat pesonanya.”

“Hahahaha! Tentu saja dia memesona, kamu kan emang dari awal mengidolakan dia.”

“Intinya, Jiyoungah, yang mencintaimu itu Lee Donghae. Lihatlah dia sebagai Lee Donghae, karena dunianya yang sebenarnya adalah dunianya yang ini, yang berisi dirimu. Kalau kamu begini terus, sama aja kamu membohongi dan menyiksa dirimu sendiri. Melihatmu tersiksa, aku juga jadi ikut sedih,” kata Hyeeun.

“Unnie~” seruku sambil memeluknya.

“Mwoya? Kenapa tiba-tiba manggil unnie?”

“Hahaha, beberapa menit yang lalu aku berasa kamu unnie-ku aja. Kata-katamu benar-benar menyentuh hati.”

“Hmph! Dari dulu disuruh manggil unnie nggak mau.”

Aku melepaskan pelukanku. “Memang sampai sekarang masih ogah! Hahahah!”

“Dasar!” kata Hyeeun sambil ikut tertawa bersamaku.

0 komentar: