Search

Senin, 04 Oktober 2010

너만 너를 사랑해 (Neoman Neoreul Saranghae) Part 6/8

Cerita ini adalah fanfiction pertamaku. Akhirnya selesai juga setelah beberapa hari berkutat dengan computer. Maaf ya kalau masih belum bagus dan banyak kekurangan. Maklum, masih pemula. Hehehehe… jangan lupa kasih komentar ya.
Tokoh: Super Junior, Donghae, Hyukjae, Jiyoung, Hyeeun, Go Nara

너만 너를 사랑해
Aku tidak ingin memeluk selain tubuhmu
Tidak mau mencium selain bibirmu
Tidak akan mencintai selain dirimu
Tidak bisa hidup selain denganmu

JIYOUNG’S POV


Sejak tadi Hyeeun dan Eunhyuk mengetuk pintu kamar dan memanggilku keluar. Aku tidak menanggapi mereka. Sudah tiga jam sejak aku tiba di flat. Sudah tiga jam pula Hyeeun dan Eunhyuk berusaha mengajak aku keluar dari kamar.


Kurang ajar! Mereka menjebakku seperti itu. Apa maksud mereka? Aku tidak akan membuka kamar selama mungkin. Biar saja Hyeeun tidur di luar!


Aku teringat lagi pemandangan itu. Go Nara dan Donghae sedang berciuman. Lagi-lagi air mataku mengucur deras.


Babo! Idiot! Kenapa aku harus menangis?! Memangnya kenapa kalau Donghae benar-benar pacaran dengan Go Nara? Memangnya apa urusanku kalau Donghae berciuman dengan Go Nara? Toh dia bukan siapa-siapaku.


Aku merasa sangat marah. Aku marah pada semua hal. Aku benci Hyeeun karena telah berbohong padaku. Aku benci karena telah melihat Donghae dan Go Nara sedang berciuman. Aku benci diriku yang menangis karena hal seperti itu.

HYEEUN’S POV


“Oppa, apakah Oppa tidak ada pekerjaan hari ini?” tanyaku pada Eun Oppa, yang sejak tadi siang menemaniku.


“Tidak ada. Hari ini memang aku sedang tidak ada kegiatan. Kenapa memangnya?” tanya Eun Oppa sambil mengganti saluran televisi yang sedang dia tonton.


“Aniyo~ karena dari tadi Oppa menemaniku di sini dari siang hingga malam begini. Kalau Oppa ada pekerjaan ‘kan bisa kacau.”


“Sudah, tenang saja. Lagipula, apa kamu tidak apa-apa kalau Oppa tinggal sendirian menunggu Jiyoung selesai mengurung diri?”


Aku menjatuhkan diri di sofa dan menyandarkan kepalaku di bahu Eun Oppa. “Tidak kusangka akan berakhir seperti ini. Jiyoung pasti sangat terluka.”


Eun Oppa tersenyum simpul sambil mengaitkan jari-jarinya ke tanganku.


“Lagipula ngapain sih si Go Nara itu tiba-tiba muncul dan mencium Donghae Oppa?” aku terus menggerutu. “Donghae Oppa juga! Kenapa dia diam saja dicium wanita itu?! Kenapa tidak didorong saja dia?”


“Donghae kan laki-laki, mana tega dia mendorong seorang wanita?”


“Lalu? Dia memilih membiarkan wanita itu menciumnya begitu saja? Sekarang kalau Jiyoung sampai seperti itu, dia bisa apa?”


“Donghae juga berusaha untuk meminta maaf. Katanya dari tadi dia mencoba menghubungi telepon Jiyoung tapi tidak bisa.”


“Iyalah! Pasti Jiyoung mematikan telepon genggamnya. Dia pasti tidak ingin bicara dengan Donghae Oppa. Aku saja kesal kalau melihat wajah orang itu.”


“Karena itukah kamu larang Donghae datang ke sini?”


“Iya. Lagipula Jiyoung juga pasti tidak senang melihatnya di sini.”


“Jagiya, ini bukan kesalahan Donghae juga. Dia pasti kaget waktu Go Nara tiba-tiba menciumnya, makanya tidak sempat melakukan apa-apa. Jiyoung datang pada saat yang kurang tepat, akhirnya dia malah melihat Go Nara mencium Donghae lalu jadi salah paham.”


Aku menghela nafas. Sebenarnya aku tahu Donghae Oppa tidak sepenuhnya bersalah. Dia juga tidak mungkin menginginkan kejadian seperti ini. Tapi aku benar-benar kesal. “Aku benar-benar merasa sedih untuk Jiyoung. Aku sudah mengenalnya selama lima tahun lebih sejak awal kuliah di Indonesia. Selama ini aku tidak pernah melihat Jiyoung merasakan perasaan seperti yang dia rasakan untuk Donghae Oppa. Bahkan setahuku, selama hidupnya si babo itu hanya sekali menyukai orang, itu pun waktu dia masih anak-anak. Dia selalu sibuk dengan dunianya sendiri, sampai aku sendiri kadang gemas melihatnya. Sekarang, sekalinya dia benar-benar menyukai seseorang, malah terjadi hal seperti ini. Aigoo~”


“Umm~” Eun Oppa mempererat genggaman tangannya. Sambil menatapku, dia berkata, “Kalau jagiya, sudah berapa kali menyukai orang sebelum mengenalku?”


Pipiku langsung terasa panas. “Oppa! Ini bukan saatnya membahas masalah seperti itu.”


Eun Oppa terkekeh geli. “Habisnya dari tadi kamu menggerutu terus tentang Donghae dan Jiyoung. Apa tidak lelah?”


“Aih, aku lelah sekali,” jawabku.


Eun Oppa membelai kepalaku yang masih kusandarkan di bahunya. “Kalau Jiyoung tidak membuka pintu kamar sampai besok, kamu mau tidur di mana?”


“Ah! Aku tidak terpikir sampai ke situ!”


“Jagiya, sofa ini apa tidak terlalu kecil untuk dijadikan tempat tidur?”


“Mau bagaimana lagi. Kalau Jiyoung tetap mengurung diri—“


“Mau menginap di apartemen kami?” tanya Eun Oppa sambil tersenyum jahil. “Tempat tidurku cukup untuk dua orang, kok.”


Lagi-lagi pipiku terasa memanas. “Oppa~! Jangan bercanda terus!” kataku sambil mencubit lengan laki-laki itu.

EUNHYUK’S POV


Seminggu sudah berlalu sejak kejadian di norebang itu. Sejak itu komunikasi antara Jiyoung dan Donghae benar-benar terputus. Jiyoung bahkan mengganti nomor teleponnya dan melarang Hyeeun memberitahukan nomor barunya padaku karena khawatir aku akan memberi tahu Donghae. Bahkan Hyeeun pun tidak bersikap ramah terhadap Donghae. Satu-satunya jalan Donghae bisa mengetahui keadaan Jiyoung adalah lewat aku yang sering mengunjungi Hyeeun.


“Jagiya,” kataku pada Hyeeun yang sedang membuatkan susu hangat untukku. “Jiyoung di mana?”


“Hari ini dia menginap di perpustakaan. Lagi. Satu minggu ini sering sekali dia menghabiskan waktu di perpustakaan.”


“Bukankah kuliah kalian sedang libur?”


“Iya. Jiyoung di perpustakaan bukan untuk belajar, kok.”


“Lalu?”


“Dia menyibukkan diri agar tidak memikirkan Donghae Oppa,” jawab Hyeeun yakin.


“Dia bilang begitu?”


Hyeeun meletakkan segelas susu cokelat hangat di hadapanku. “Oppa benar-benar berpikir Jiyoung bisa mengatakan hal semacam itu?” Hyeeun balik bertanya. “Tidak mungkin dia bilang begitu. Tapi aku kan sudah berteman lama dengannya. Aku kenal Jiyoung.”


“Akhir-akhir ini dia menderita ya?”


“Iyalah! Aku belum pernah melihat Jiyoung seperti ini. Setiap dia sendirian, pasti dia murung. Dia juga sering melamun. Dia belum bisa melupakan kejadian itu.”


“Kalau Jagiya? Apa kamu sudah bisa melupakan kejadian itu?”


“Hm? Maksudnya?”


“Apa kamu sudah bisa memberi kesempatan Donghae sekali lagi?”


“Apa urusannya denganku? Kalau Donghae Oppa mau berusaha mendapatkan Jiyoung, biarlah dia berusaha. Aku tidak  mau ikut-ikutan.”


“Jagiya, kamu jelas tahu, tanpa dukunganmu Donghae tidak akan bisa mendekati Jiyoung dalam keadaan seperti ini. Dia bahkan tidak tahu Jiyoung ada di mana. Aku melihat dengan jelas, Donghae juga sangat tersiksa. Sedangkan kamu di sini juga bisa melihat Jiyoung masih terluka. Apa kamu tidak mau membantu Donghae menyembuhkan luka Jiyoung?”


“Iya kalau sembuh. Kalau Go Nara itu datang lagi dan merusak semuanya? Jiyoung mau dilukai sampai bagaimana lagi?”


“Tenang saja, aku pastikan dia tidak akan datang mengganggu lagi. Bagaimana? Kamu percaya pada Oppa ‘kan?”


“Kenapa Oppa  bisa yakin sekali?” tanya Hyeeun yang masih tidak percaya.


“Donghae sudah bicara pada Go Nara. Donghae mengatakan bahwa sampai kapanpun dia tidak akan meemilih Go Nara. Dia juga meminta Go Nara menjauhinya, kecuali kalau urusan pekerjaan.”


“Go Nara bagaimana?”


“Kata Donghae, Go Nara sepertinya sangat marah. Tapi yang penting, Go Nara sudah berkata sendiri bahwa dia tidak sudi lagi bertemu dengan Donghae.”


Hyeeun terlihat berpikir keras. “Jiyoung sudah seperti dongsaengku sendiri. Aku pasti ikut senang melihat dia senang. Kalau memang Donghae Oppa bisa mengembalikan Jiyoung jadi normal, aku pasti akan mendukungnya.”

0 komentar: